Nama asli Gunung Lawu adalah Wukir Mahendra. Menurut legenda, Gunung Lawu
merupakan kerajaan pertama di pulau Jawa yang dipimpin oleh raja yang dikirim
dari Khayangan karena terpana melihat keindahan alam diseputar Gunung Lawu.
Sejak jaman Prabu Brawijaya V, raja Majapahit pada abad ke 15 hingga kerajaan
Mataram II banyak upacara spiritual diselenggarakan di Gunung Lawu. Hingga saat
ini Gunung Lawu masih mempunyai ikatan yang erat dengan Keraton Surakarta dan
Keraton Yogyakarta terutama pada bulan Suro. Saat itu, para kerabat Keraton
sering berziarah ke tempat-tempat keramat di puncak Gunung Lawu.
Terdapat padang rumput pegunungan banjaran Festuca nubigena yang
mengelilingi sebuah danau gunung di kawah tua menjelang Pos terakhir menuju
puncak pada ketinggian 3.200 m dpl yang biasanya kering di musim kemarau. Konon
pendaki yang mandi berendam di tempat ini, segala keinginannya dapat terkabul.
Namun sebaiknya jangan coba-coba untuk mandi di puncak gunung karena airnya
sangat dingin. Rumput yang tumbuh di dasar telaga ini berwarna kuning sehingga
airnya kelihatan kuning. Telaga ini diapit oleh puncak Hargo dumilah dengan
puncak lainnya. Luas dasar telaga Kuning ini sekitar 4 Ha.
Di sana ada sebuah mata air yang disebut Sendang Drajad, sumber air ini
berupa sumur dengan garis tengah 2 meter dan memiliki kedalaman 2 meter.
Meskipun berada di puncak gunung sumur ini airnya tidak pernah habis atau
kering walaupun diambil terus menerus.
Juga ada sebuah gua yang disebut Sumur Jolotundo menjelang puncak, gua ini
gelap dan sangat curam turun ke bawah kurang lebih sedalam 5 meter. Gua ini
dikeramatkan oleh masyarakat dan sering dipakai untuk bertapa.
Terdapat sebuah bangunan di sekitar puncak Argodumilah yang disebut Hargo
Dalem yang banyak disinggahi para peziarah. Di sekitar Hargo Dalem ini banyak
terdapat bangunan dari seng yang dapat digunakan untuk bermalam dan berlindung
dari hujan dan angin. Terdapat warung makanan dan minuman yang sangat membantu
bagi pendaki dan pejiarah yang kelelahan, lapar, dan kedinginan. Inilah
keunikan Gunung Lawu dengan ketinggian 3.265 mdpl, terdapat warung di dekat
puncaknya.
Pasar Diyeng atau Pasar Setan, berupa prasasti batu yang berblok-blok,
pasar ini hanya dapat dilihat secara gaib. Pasar Diyeng akan memberikan berkah
bagi para pejiarah yang percaya. Bila berada ditempat ini kemudian secara
tiba-tiba kita mendengar suara “mau beli apa dik?” maka segeralah membuang uang
terserah dalam jumlah berapapun, lalu petiklah daun atau rumput seolah-olah
kita berbelanja. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, kita akan memperoleh
kembalian uang dalam jumlah yang sangat banyak. Pasar Diyeng/Pasar Setan ini
terletak di dekat Hargo Dalem.
Pawom Sewu terletak di dekat pos 5 Jalur Cemoro Sewu. Tempat ini berbentuk
tatanan/susunan batu yang menyerupai candi. Dulunya digunakan bertapa para abdi
Raja Parabu Brawijaya V.
Puncak Argodumilah pada saat tertutup awan sangat indah, kita menyaksikan
beberapa puncak lainnya seperti pulau – pulau kecil yang dibatasi oleh lautan
awan, kita merasa berada di atas awan-awan seperti di kahyangan. Bila udara
bersih tanpa awan kita bisa melihat Samudera Indonesia. kita dapat melihat
pantulan matahari di Samudera Indonesia, deburan dan riak ombak Laut Selatan
sepertinya sangat dekat. Sangat jelas terlihat kota Wonogiri juga kota-kota di
Jawa Timur. Tampak waduk Gajah mungkur juga telaga Sarangan.
MISTERI GUNUNG LAWU
Gunung Lawu bersosok angker dan menyimpan misteri dengan tiga puncak
utamanya : Harga Dalem, Harga Dumilah dan Harga Dumiling yang dimitoskan
sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini masyarakat setempat
sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini
sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang
penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah
batin dan meditasi.
Konon kabarnya gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa
dan ada hubungan dekat dengan tradisi dan budaya keraton, semisal upacara
labuhan setiap bulan Sura (muharam) yang dilakukan oleh Keraton Yogyakarta.
Dari visi folklore, ada kisah mitologi setempat yang menarik dan menyakinkan
siapa sebenarnya penguasa gunung Lawu dan mengapa tempat itu begitu berwibawa
dan berkesan angker bagi penduduk setempat atau siapa saja yang bermaksud
tetirah dan mesanggarah.
Siapapun yang hendak pergi ke puncaknya bekal pengetahuan utama adalah
tabu-tabu atau weweler atau peraturan-peraturan yang tertulis yakni
larangan-larangan untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun
perkataan, dan bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib
naas.
Legenda Gunung Lawu
Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M) pada masa
pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5 (Pamungkas).
Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan
Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir putra Raden Fatah, dari Dara Jingga lahir
putra Pangeran Katong.
Raden Fatah setelah dewasa agama Islam berbeda dengan ayahandanya yang
beragama Budha. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Raden Fatah mendirikan
Kerajaan di Glagah Wangi (Demak).
Melihat kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Sebagai
raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon
petunjuk Sang Maha Kuasa. Dalam semedinya didapatkannya wangsit yang menyatakan
bahwa sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah
ke kerajaan Demak.
Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia
Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada
akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua
orang kepala dusun yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem
yang setia dua orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Merekapun
pergi bersama ke puncak Harga Dalem.
Saat itu Sang Prabu bertitah, "Wahai para abdiku yang setia sudah
saatnya aku harus mundur, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini.
Dipa Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan
membawahi semua Mahluk Gaib dengan wilayah ke Barat hingga wilayah gunung
Merapi/Gunung Merbabu, ke Timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai
selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan Gunung
Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar
Kyai Jalak.
Tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan diri
berkata kepada Sang Prabu: Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah
dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan Sang
Prabu di sini.
Singkat cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan
Sabdopalon moksa di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung
dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi
mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang
Prabu Brawijaya.
Dan Obyek wisata di sekitar gunung Lawu antara lain:
Telaga Sarangan
Kawah Telaga Kuning
Kawah Telaga Lembung Selayur.
Wana wisata sekitar Gunung Lawu
Sekitar Desa Ngancar:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar